Selasa, 25 September 2012

Pembakaran




1.   KOMPOSISI BAHAN BAKAR FOSIL.

Ada 3 macam bahan bakar yang dapat digunakan untuk melakukan pembakaran di ruang bakar PLTU, antara lain :

Bahan Bakar Padat.
Bahan bakar padat yang banyak dipakai di PLTU adalah batubara, terutama jenis bituminous yang mengandung carbon sekitar 55 % - 86 %.
JENIS BATUBARA
KANDUNGAN KARBON
ANTRASIT
META ANTRASIT           98 % - 100 % KARBON
ANTRASIT                      92 % - 98 %   KARBON
SEMI ANTRASIT            86 % - 92 %   KARBON
BITUMINOUS
SEMI BITUMINOUS       78 % - 86 %   KARBON
BITUMINOUS                 69 % - 78 %   KARBON
SUB BITUMINOUS         55 % - 69 %   KARBON
LIGNIT
     LIGNIT
BROWN COAL                55 %              KARBON
     (PEAT)













Jenis bahan bakar batubara yang banyak digunakan di Indonesia adalah SubBituminous komposisi batubara subbituminous dapat dilihat di bawah ini.


Coal

Carbon                                 59,0 %
Hydrogen                               3,8 %
Sulphur                                   1,6 %
Oxygen                                  7,4 %
Nitrogen                                 1,2 %
Ash                                       16,0 %
Moisture                               11,0 %


 
                                             100    %





Bahan Bakar Cair

Bahan bakar cair yang banyak dipakai di PLTU adalah jenis bahan bakar alam, yang biasa disebut dengan minyak mineral. Menurut American Standard Test Material (ASTM) bahan bakar minyak ini digolongan atas, 6 tingkatan antara lain :

·         Minyak No. 1 :
Minyak ini adalah minyak kerosine yang banyak dipakai untuk keperluan rumah tangga.
·         Minyak No. 2 :
Minyak jenis ini jernih, umumnya termasuk jenis minyak ringan (light oil). Dapat didestilasi kembali serta dapat menguap pada suhu dan tekan normal. Disebut juga HSD (High Speed Diesel Oil).
·         Minyak No. 3 :
Sekarang sudah tidak dipakai lagi dan digantikan dengan minyak no. 2
·         Minyak No. 4 :
Merupakan campuran dari minyak no. 5 dan no. 2. Tidak stabil dan cenderung untuk memisah menurut masing – masing bahan dasarnya. Minyak ini disebut juga sebagai IDO (In Land Diesel Oil).
·         Minyak No. 5 :
Termasuk minyak jenis berat (Heavy Oil). Berwarna hitam dan kental. Sering disebut sebagai minyak residu atau MFO (Marine Fuel Oil).
·         Minyak No. 6 :
       Sama dengan No. 5 lebih berat. Minyak jenis ini yang banyak dipakai di PLTU.

Komposisi minyak volume. 1 sampai dengan minyak volume. 2 relatif hampir sama. Yang membedakan jenis tersebut adalah kekentalannya (Viskositas). Komposisi minyak residu (Heavy Fuel Oil) bisa dilihat dibawah ini :









Heavy Fuel Oil

Carbon                     84,4 %
Hydrogen                 11,5 %
Sulphur                       3,0 %
Oxygen                      0,2 %
Nitrogen                     0,3 %
Ash                             0,1 %
Moisture                    0,5 %


 
                               100     %

Gas Alam

Bahan bakar gas ini banyak dipakai di PLTG atau PLTGU yaitu jenis gas alam atau natural gas. Contoh Komposisi dari gas alam bisa dilihat dibawah ini :

                                             Methane                                  CH4                             93,3 %
                                             Ethane                                     C2H6                              3,3 %
Hydrocarbons                      Propane                                  C3H8                              0,7 %
                                             Butane                                     C4H10                            0,2 %
                                             Pentane                                   C5H12                            0,5 %
                                             Hydrogen Sulphide                 H2S                                -
                                             Carbon Dioxide                       CO2                               0,3 %
                                             Nitrogen                                  N2                                  1,7 %
                                                                                            
                                                                                                                               100   %
           















2.   SIFAT – SIFAT BATUBARA

Analisa Kandungan Batubara

Analisa batu bara diperlukan apakah batu bara tersebut bisa digunakan pada PLTU atau tidak bisa digunakan karena diluar range design PLTU tersebut. Selain itu analisa batubara diperlukan untuk mengetahui kualitas batubara tersebut. Analisa yang umumnya dipakai di PLTU adalah analisa Proximate.

Analisa proximate batubara terdiri dari beberapa analisa dasar batubara, yang bertujuan praktis untuk menilai kualitasnya. Analisa proximate ini dilakukan rutin setiap kedatangan pengiriman batubara, yang terdiri dari :

·         Volatile Matter
·         Abu
·         Karbon
·         Nilai kalor
·         Moisture
·         Grindabilitas

Volatile Matter

Adalah zat gas dalam batubara yang dapat  terbakar dan sangat memegang peranan dalam proses penyalaan bahan bakar. Komponennya adalah hydrogen, methane, acetylene dan hydrocarbon-hydrocarbon lainnya. Kadar volatile dapat ditentukan dengan memanaskan sample batubara dalam cawan tertutup pada 949 0C dalam waktu 7 menit.

Abu

Adalah sisa zat – zat yang tidak dapat teratur setelah semua zat yang dapat terbakar semuanya. Sumber asli abu adalah :

·         Batu, tanah liat, besi sulphida selama penambangan berlangsung dapat dibersihkan dengan pencucian.
·         Zat – zat dalam tumbuh – tumbuhan aslinya yang tidak dapat terbakar (daun, kulit pohon dan lain sebagainya) dan ikut dalam proses pembentukan batubara, tidak dapat dicuci.

Kadar abu dapat ditentukan dengan menempatkan contoh batubara ke dalam cawan porselin, kemudian secara perlahan dipanaskan dalam tanur pada suhu 704-746 0C selama ½ jam, pemanasan berikutnya, sampai tidak ada sisa carbon lagi.


Karbon (Fixed Carbon)

Adalah zat yang tidak menguap dan tersisa setelah moisture, Volatile Matter dan kadar abu dihilangkan.


Fixed Carbon = 100 % - % Moisture - % Volatile Matter - % Abu.
 
 



Sulfur (belerang) dihitung terpisah, kadang – kadang dihitung sekalian pada penentuan nilai kalor.

Nilai Kalor

Nilai kalor batubara adalah jumlah kalor (panas) yang dilepaskan apabila kita membakar 1 Kg batubara. Satuannya adalah kalori atau joule.

Nilai kalor merupakan variabel yang sangat penting karena hanya harga batubara ditentukan oleh nilai kalornya. Umumnya makin tua umur batubara maka makin tinggi nilai kalornya.

Untuk batubara Antrasite nilai kalornya dapat mencapai 7000 Kcal/Kg dan untuk batubara lignit bisa mencapai 4000 Kcal /Kg.


Belerang

Bahan bakar yang banyak belerang (sulfur) adalah bahan bakar minyak, sedangkan batubara kandungan sulfurnya relatif lebih kecil. Kandungan belerang dalam bahan bakar minyak antara 0,2 – 4 %. Kandungan belerang yang makin tinggi mempunyai pengaruh sebagai berikut :

·      Menaikkan titik embun gas buang
·      Mempercepat pembentukan kerak sulfat pada ketel, ekonomiser dan air heater.
·      Mempercepat laju korosi
·      Menurunkan efisiensi, hal ini karena suhu gas buang harus lebih tinggi dari pada titik embun untuk mencegah korosi.

Reaksi pembakar belerang dan pembakaran asam sulfat adalah sebagai berikut :

S       +          O2                SO2
SO2  +          ½ O2           SO3
SO3  +          H2O             H2SO4

Dalam pembakaran belerang (S) akan bereaksi dengan oksigen menjadi belerang dioksida (SO2), selanjutnya dengan adanya oksigen berlebih akan membentuk (SO3), dan yang terakhir ini bereaksi dengan air (H2O) akan membentuk asam sulfat (H2SO4) yang korosif.

Dengan adanya SO3 dalam gas buang maka titik embunnya akan makin tinggi. Gas buang dengan uap air 10 % tanpa ada SO2 mempunyai titik embun kurang lebih 45 0C. Bila dalam gas buang tersebut terdapat SO3 sebanyak 10-3 % maka titik embunnya akan naik menjadi kurang lebih 1000C.

Karena keharusan menaikkan suhu gas buang agar tidak terjadi korosi, maka hal ini menyebabkan efisiensi menjadi lebih kecil. Cara mengatasi adanya kandungan sulfur dalam bahan bakar selain membuat gas buang lebih tinggi dari titik embunnya, juga bisa dilakukan dengan mengurangi excess air (udara lebih) sekecil mungkin.

Hubungan antara kadar SO3 dalam gas buang dengan titik embunnya ditunjukkan pada tabel 4.1.


Tabel 4.1. kadar SO3 gas buang, titik embun

SO­3 dalam gas buang 10-3 %                         Titik embun, 0 C
                                             0,8                                                       90
                                             1,0                                                       100
                                             1,5                                                       118
                                             2,5                                                       132
                                             2,5                                                       140
                                             3,0                                                       148



Sifat – Sifat Batubara Lainnya

Moisture.

Moisture (kadar-air) batubara terdapat dalam bentuk :
·      Inherent (Hygroscopic) moisture adalah moisture yang terperangkap dalam struktur batubaranya. Moisture jenis ini dapat dihilangkan dengan pemanasan sampai 105 0C, dalam suasana gas non oksigen (biasanya dipakai gas N2) selama 1 jam.

·      Surface moisture adalah moisture yang melekat pada permukaan batubara dan dapat dihilangkan dengan pemanasan samapai suhu 320C. Adanya surface moisture disebabkan karena pengangkutan, hujan dan lain sebagainya.



Grindabilitas (Index ketegerusan)

Yang disebut  index grinda bilitas adalah angka (indeks) kemudahan batubara untuk digiling. Salah satu alat untuk mengukur kemudahan kemudia giling tersebut adalah alat hargrove. Cara pengukurannya sebagai berikut : 50 gram contoh batubara setelah melalui saringan no. 16 – 30 U.S, digiling dengan alat hardgrove pada putaran 60, sedangkan beban diatur 64 lb.

Bubuk batubara yang terjadi disaring dengan ayakan 200 U.S, hasil ayakan ditimbang. Nilai harus dihitung dari rumus (U.S. = United State Sieve).

Indeks Hargrove = 13 + 6,93 W.

Indeks hardgrove dapat terentang di atas 100 untuk batubara yang gampang digiling dan berkurang sampai dibawah 50 untuk batubara keras (sukar digiling).





























3.    SIFAT _ SIFAT BAHAN BAKAR MINYAK DAN GAS ALAM

Sifat – sifat Bahan Bakar Minyak

Sifat bahan bakar minyak yang penting antara lain viskositas, titik nyala, nilai kalor dan kandungan air.

Kandungan Air
Kandungan air dalam bahan bakar minyak relatif sangat kecil. Kandungan air dalam minyak tidak diharapkan karena menurunkan nilai kalor minyak tersebut.

Titik Nyala
Istilah titik nyala pada bahan bakar minyak ada dua macam yaitu :
1.      Flash Point
2.      Fire Point/Ignition Point.

Flash Point adalah temperatur yang dibutuhkan saat api menyambar uap minyak
Ingnition Point adalah temperatur yang dibutuhkan saat api mulai membakar bahan bakar minyak.

Viskositas
Viskositas dari bahan bakar minyak sangat berpengaruh terhadap proses pembakaran. Viskositas mempunyai arti yang penting terutama untuk menentukan jenis atomisasi dan menentukan tekanan serta suhu minyak yang mengalir ke alat pembakar (burner). Viskositas bahan bakar minyak akan makin kecil bila suhunya makin tinggi.

Untuk mencapai pembakaran sempurn, maka sedapat mungkin minyak harus bercampur secara sempurna dengan udara. Secara teoritis hal ini dapat dicapai bila minyak berbentuk uap, tetapi dalam praktek hal ini tidak mungkin, karena suhu yang diperlukan terlalu tinggi sehingga terjadi perengkahan (cracking), akan menyebabkan terjadinya pengendapan karbon pada alat pemanas. Hal ini hanya dilakukan untuk minyak ringan seperti kerosin.

Pada pembakaran minyak yang lebih berat seperti : minyak diesel atau minyak residu, maka untuk mendapatkan campuran yang sempurna dengan udara, minyak tersebut dibuat berbentuk kabut dengan jalan pengabutan atau otomatisasi. Untuk mendapatkan pengabutan yang baik, viskositas bahan bakar minyak pada umumnya harus lebih kecil dari 100 CS, dan untuk mencapai viskositas tersebut kadang – kadang perlu pemanasan, misalnya minyak residu tetapi dalam hal pemanasan ini suhu minyak harus lebih kecil dari flash pointnya. Suhu otomatisasi untuk berbagai hal berikut :




Tabel 3.1. Viskositas, Suhu Otomasisasi.

Viskositas Minyak pada 50 0 C
CS (Centi Stoke)
Suhu atomisasi 0 C
Atomisasi Mekanis
Atomisasi Uap
60
70
80
92
125
170
210
260
340
430
510
640
54 – 83
58 – 88
62 – 93
64 – 96
72 – 102
77 – 108
82 – 112
84 – 115
89 – 120
93 – 123
96 – 126
99 - 129
36 – 54
39 – 58
42 – 62
45 – 64
50 – 72
56 – 77
59 – 82
63 – 84
68 – 89
71 – 93
73 – 96
77 - 99

Dari tabel diatas terlihat bahwa untuk minyak yang makin berat (Viskositas makin tinggi) diperlukan suhu atomisasi yang makin tinggi.

Nilai Kalor
Nilai kalor minyak adalah jumlah kalor yang dilepaskan apabila kita membakar 1 Kg minyak. Nilai kalor untuk jenis minyak no. 1 sampai dengan no. 6 relatif hampir sama. Minyak type no. 6 mempunyai kalor sekitar 10.000 Kcal/Kg. Minyak type no. 2, sedikit lebih rendah dari nilai tersebut.

Sifat – Sifat Gas Alam

Analisa Gas Alam
Komposisi gas alam tergantung dari tempat gas alam ditemukan, tetapi perbedaan komposisi gas alam tidak terlalu besar, sehingga tidak ada klasifikasi gas alam.

Tabel 3.2. Analisa Gas Alam

NO
VARIABEL ANALISA
SATUAN
HASIL ANALISA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
CH4 (metana)
C2H6 (etana)
N2 (nitrogen)
CO2 (Carbonmonooksida)
Titik didih
Nilai kalor
% Volume
% Volume
% Volume
% Volume
0 C
KJ/Liter
75 – 95
6 – 20
0,5 – 5
0,1 – 2
(-150) – (-158)
36 - 42


Dilihat dari komposisi bahan bakar gas, gas alam merupakan bahan bakar yang relatif bersih dan merupakan bahan bakar yang dianggap ideal karena dalam proses pembakaran tidak memerlukan persyaratan persiapan dan pencampuran dengan udara pembakaran yang terlalu rinci.

Kelemahan pemakaian bahan bakar gas (gas alam) dibandingkan dengan pemakaian bahan bakar lainnya (batubara, minyak) adalah bahwa gas alam merupakan bahan bakar yang sukar disimpan, karena gas alam mempunyai titik didih yang sangat rendah. Teknologi penyimpanan gas alam membutuhkan biaya yang sangat mahal. Dimana penyimpanan gas alam dilakukan dengan cara pendinginan, kemudian dimasukkan dalam tangki dalam keadaan cair. Gas alam yang disimpan dalam bentuk liquid tersebut disebut LNG (Liquid Natural Gas). Biasanya unit pembangkit yang menggunakan gas alam sebagai bahan bakar terletak di dekat sumber/tambang gas alam.


Nilai kalor
Nilai kalor dari gas alam berkisar antara 36 sampai dengan 42 kJ/liter. Besarnya nilai kalor ditentukan oleh perbedaan komposisi dari gas alam tersebut. Karena perbedaan komposisi relatif tidak berbeda jauh maka nilai kalor dari gas alam relatif hampir sama.

Bau dan Warna
Gas alam dari sumber / tambang tidak berbau dan tidak berwarna. Karena sifat gas alam yang sangat mudah terbakar sehingga untuk mengetahui kebocoran dari gas alam maka gas alam tersebut dalam penggunaannya di Industri diberi bau yang menyengat.




















4.    DASAR - DASAR PEMBAKARAN

Pembakaran adalah reaksi kimia yang terjadi antara material yang dapat terbakar dengan oksigen pada volume dan temperatur tertentu. Pembakaran akan terjadi bila 3 sumber yaitu :

·      Bahan bakar
·      Oksigen
·      Sumber nyala/panas














Ketiga unsur ini biasa disebut dengan segitiga pembakaran. Pada kondisi tertentu, bahan bakar akan terbakar dengan sendirinya tanpa bantuan sumber penyalaan pembakaran semacam ini disebut PEMBAKARAN SPONTAN.

Pembakaran spontan dapat terjadi apabila terdapat oksigen yang kontak langsung dengan bahan bakar serta temperatur bahan bakar dapat disebabkan oleh tekanan atau reaksi kimia yang menghasilkan panas.

Dasar – Dasar Pembakaran

Kecepatan pembakaran dan efesiensi pembakaran akan tergantung pada ”tiga T”, yaitu :
·      Time (Waktu)
Setiap reaksi kimia memerlukan waktu tertentu untuk pembakaran bahan bakar harus diusahakan tetap berada pada zone pembakaran di dalam ruang bakar pada waktu yang cukup seluruh bahan bakar akan terbakar dengan sempurna.
·      Temperatur
Supaya proses pembakaran suatu zat dapat terjadi, maka temperatur dari zat tersebut harus berada pada suatu harga tertentu yang cukup untuk memulai terjadinya reaksi pembakaran.

Harga temperatur ini tergantung pada komposisi kimia dari masing – masing zat dan temperatur ini disebut sebagai TEMPERATUR PENYALAAN. Karena itu temperatur ruang bakar boiler harus cukup tinggi menjamin bahwa campuran bahan bakar dan udara akan mencapai temperatur penyalaannya pada zona (daerah) pembakaran.
           
Tabel  4.1. Temperatur Penyalaan Untuk Berbagai Unsur Kimia.


JENIS BAHAN /ZAT

SIMBOL KIMIAWI
TEMPERATUR PENYALAAN
C
F
Sulfur (belerang)
Bituminous Coal
Semi – Bituminous Coal

Anthractive
Acetylene
Ethane
Hydrogen
Methane
Carbon Monoxide
S




C2H2
C2H4
H2
CH4
CO
243
408
466

496
482
538
610
650
654
470
766
870

925
900
1000
1130
1130
1210


·           Turbulensi
Oksigen di dalam udara yang dialirkan keruang bakar ada kemungkinan dapat langsung mengalir ke cerobong tanpa kontak dengan bahan bakar. Hal semacam ini dapat di hindari dengan cara memusarkan aliran udara. Turbulensi udara akan membentuk percampuran yang baik antara udara bahan bakar sehingga akan diperoleh proses pembakaran yang sempurna.

Oleh sebab itu faktor T tersebut harus selalu dijaga sebab :
·   Bila temperatur ruang bakar lebih rendah dari temperatur penyalaan campuran, maka campuran tidak akan terbakar dengan baik, bahkan dapat mematikan nyala api (flame failure).
·   Bila hembusan yang terlalu kuat pada sisi masuk ruang bakar, turbulensi yang kurang baik, serta ukuran partikel bahan bakar yang terlalu besar akan menghasilkan suatu pembakaran yang kurang sempurna di dalam ruang bakar. Akhirnya, bahan bakar yang belum sempat terbakar di ruang bakar akan terbakar di luar zone pembakaran dalam ketel uap. Komplikasi selanjutnya adalah bahwa campuran bahan bakar/ udara pada ruang bakar yang volumenya besar. Sehingga dapat membentuk campuran kurus (weak mixture) yang akan meningkatkan resiko terjadinya ledakan (explosion).
           



Udara Primer, Sekunder dan Tersier.

Seperti diketahui bahwa proses pembakaran memerlukan oksigen. Oksigen diambilkan dari udara. Udara yang dialiarkan ke dalam ketel untuk memenuhi kebutuhan agar terbentuk reaksi pembakaran disebut udara pembakaran. Berdasarkan fungsinya, udara pembakaran dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu :
·         Udara primer (primary air)
·         Udara sekunder ( secondary air)
·         Udara tersier (tertiary air)

Udara Primer

Merupakan udara yang memiliki fungsi utama untuk membawa batubara dari mill ke burner. Selain itu, udara primer juga berfungsi untuk mengeringkan batubara serta memanaskan batubara bubuj sampai temperatur tertentu. Karena itu tiga tugasnya adalah :
·         Membawa batubara
·         Mengeringkan batubara
·         Menyediakan oksigen untuk pembakaran sampai sekitar 30 % dari udara pembakaran total.

Udara Sekunder
Adalah udara yang dimasukkan keruang bakar melalui winbox yang ada di sekeliling ruang bakar. Fungsi utamanya adalah untuk memenuhi kebutuhan oksigen yang diperlukan bagi proses pembakaran. Agar diperoleh percampuran yang baik antara bahan bakar dengan udara, maka aliran udara sekunder dibuat berputar (turbulensi). Karena itu fungsi udara sekunder adalah  :
·         Menciptakan turbulensi
·         Menyediakan oksigen untuk pembakaran
Kira – kira 70 % dari udara pembakaran total adalah udara sekunder air.


Udara Tersier
Pada beberapa desain boiler, udara sekunder dibagi lagi. Bagi turbulensi ekstra diperlukan, suatu proporsi udara sekunder digunakan, disebut udara tersier, yaitu udara yang diberikan pada sudut yang tajam atau bahkan sudut tegak lurus, terhadap nyala pembakaran dan menyebabkan turbulensi agresif lebih lanjut. Karena itu tugasnya adalah sama dengan 4.2.2. diatas, ditambah tugas lain yaitu ” mengontrol nyala api” atau sebagai pengatur posisi nyala api.
Aliran campuran bahan bakar / udara  primer harus dipusatkan ketika melalui burner. Turbulensi berikutnya diperoleh ketika campuran KONTAK dengan udara sekunder yang juga berpusat dengan udara ketiga. Udara sekunder atau udara sekunder + udara tersier, mencapai jumlah antara 70 dan 77 % total udara untuk pembakaran.



Proses Pembakaran Secara Kimia.

Seperti diketahui bahwa unsur – unsur dalam bahan bakar dapat membentuk reaksi pembakaran dengan oksigen adalah Carbon, Hidrogen dan Sulfur. Karena itu proses pembakaran bahan bakar tidak lain adalah terbentuknya reaksi pembakaran antara ketiga unsur tersebut dengan oksigen. Reaksi pembakaran untuk ketiga unsur tersebut adalah sebagai berikut :

·         Reaksi Pembakaran Carbon
C + O2                   CO2     (pembakaran Carbon sempurna / + 33.820 KJ/Kg)
C + ½ O2  CO      (pembakaran Carbon tak sempurna / + 10.120 KJ/Kg)

·         Reaksi Pembakaran
2 H2 + O2 → 2H2O

·         Reaksi Pembakaran Sulfur
S + O2 → SO2


Kebutuhan Udara

Untuk dapat menghitung kebutuhan Oksigen dan udara teoritis bagi proses pembakaran bahan bakar, maka perlu diingat berat atom masing – masing unsur yang terlihat dalam reaksi pembakaran. Agar lebih mudah mengingat, gunakan daftar berikut :

NAMA UNSUR
SIMBOL
B.A
CARBON
C
12
HIDROGEN
H
1
SULFUR
S
32
OKSIGEN
O
16
NITROGEN
N
14


Selain itu untuk menghitung kebutuhan udara teoritis maka harus diketahui komposisi dari udara. Komposisi dari udara adalah sebagai berikut :
a.    dalam satuan persen berat, udara mengandung :
Oksigen     = 23,2 %
Nitrogen    = 76,8 %

b.    dalam persen volume, udara mengandung :
Oksigen     = 21 %
Nitrogen    = 79 %

Perhitungan oksigen teoritis dan udara teoritis dapat dicari persamaan berikut :

·         Oksigen yang diperlukan untuk membakar Carbon

C   +          O2               CO2
12  +          32                44
1 Kg C       + 8/3 Kg O2             11/3 Kg CO2
Jadi untuk setiap Kg Carbon memerlukan 8/3 Kg Oksigen

·         Oksigen yang diperlukan untuk membakar hidrogen adalah :

2H2            +          O2                2H2O
4                +          32                36
1 Kg H       +     8 Kg O2            9 Kg H2O
Jadi untuk setiap Kg Hidrogen memerlukan 8 Kg Oksigen

·         Oksigen yang diperlukan untuk membakar Sulfur :

S                +          O2                SO2
32  +          32                64
1 Kg S       +      1 Kg O2           2 Kg SO2
Jadi 1 Kg Sulfur memerlukan 1 Kg Oksigen

Kebutuhan Oksigen total : Kebutuhan Oksigen  untuk membakar (Carbon + Hidrogen + Sulfur)
Oksigen total = 8/3 C + 8 H + S
Tetapi biasanya di dalam bahan bakar juga terdapat sedikit oksigen, dianggap akan bereaksi dengan hidrogen dalam bahan bakar tersebut.
Karena itu hidrogen yang bereaksi dengan oksigen yang berasal dari udara akan berkurang sebanyak 0/8.

Dengan demikian kebutuhan oksigen total menjadi :

8/3 C + 8 (H – 0/8) + S

Berhubung dalam satuan berat udara mengandung 23,2 %, maka kebutuhan udara teoritis = Oksigen total x 100/23,2
atau :

Udara teoritis = 100/23,2 [8/3 C + 8 (H - 0,8) + S] Kg/Kg bb.


Pengaruh Kehalusan Batubara

Agar reaksi pembakaran dapat berlangsung, bahan bakar harus sepenuhnya kontak dengan oksigen. Lebih rapat kontaknya lebih cepat dan Effesiensi pembakarannya. Bongkahan batubara yang besar akan terbakar hanya pada permukaannya saja karena hanya bagian permukaan batubara saja yang kontak dengan udara. Akan tetapi jika kita menggiling atau menggerus bongkahan batubara menjadi partikel – partikel kecil, maka pembakaran akan terjadi pada semua permukaan partikel sehingga proses pembakaran jelas akan lebih cepat, karena itu dengan menggunakan batubara giling. Kita dapat meningkatkan laju aliran bahan bakar yang dimasukkan ke dalam ruang bakar. Dengan cara ini kita dapat menghasilkan uap dengan jumlah yang banyak dalam waktu yang singkat.

Penggunaan batubara giling telah memainkan peran yang sangat besar dalam hal ini peningkatan kapasitas ketel yang memang sangat diperlukan untuk unit – unit  modern yang berkapasitas besar. Batubara digiling atau digerus didalam sebuah alat penggiling batubara yang disebut MILL (Pulverizer).

Kehalusan batubara yang diijinkan keluar dari mill ke burner dikontrol oleh ” Clasifier” yang terletak dibagian atas mill. Clasifier berfungsi untuk memisahkan batubara giling, batubara yang halus akan lolos tetapi partikel – partikel yang kasar dikembalikan  ke dalam mill. Partikel – partikel batubara giling ditransportasikan ke burner oleh udara primer yang dipasok oleh Primary Air Fan.
Kehalusan ukuran bubuk batubara tergantung dari jenis batubara.
Untuk batubara bituminous ukuran standar bubuk batubara 70% sampai dengan 75 %. Lolos dari saringan 75 μm (200 Mesh).
Untuk batubara dengan Volatile Matter yang lebih rendah (Antrasite) ukuran butiran batubara adalah 80 % sampai dengan 85 %. Lolos saringan  75 μm.














                       

5.   GAS BUANG

Bahan bakar yang digunakan pada pembangkit thermal adalah jenis bahan bakar padat, cair dan gas untuk, bahan bakar padat (batubara) sedangkan untuk bahan bakar cair /residu/heavy oil diperlukan peralatan bantu yaitu mill dan pemanas sebelum bahan bakar dimasukkan keruang bakar. Batubara melalui mill dibuat serbuk selanjutnya disemburkan dengan udara pembakar masuk keruang bakar sehingga terjadi proses pembakaran.

Gas sisa pembakaran/ gas buang di unit PLTU sebelum dibuang ke atmosfir dimanfaatkan untuk pemanas lanjut (super heater), pemanas awal air pengisi (economizer) dan pemanas udara pembakaran di air heater. Untuk menghindarkan terjadinya polusi gas buang di saluran gas buang dipasang dust colecctor dan precipicator yang berguna sebagai penangkap abu terbang. Sistem pembakaran dan gas buang PLTU batubara dapat dilihat pada gambar 5.


 


























                                    Gambar 5. Sistem pembakaran dan Gas Buang PLTU Batubara



5.1.    Hasil Pembakaran CO,O2, CO2 dan Asam

Pada proses pembakaran akan dihasilkan gas buang. Gas buang atau hasil pembakaran berupa CO (Carbonmonoksida), gas O2 (Oksigen), gas CO2 (Carbondioksida) dan asam.

·      Gas CO (Carbonmonoksida)
Gas CO dihasilkan dari pembakaran Carbon : dimana pembakaran berlanjut secara tidak sempurna.
Reaksi kimia.

C          +          ½ CO2                                CO + 10.120 KJ/Kg.

Panas dihasilkan sekitar 10.120 KJ/Kg, sehingga ada keugian panas yang dibawa oleh gas buang ke cerobong.

·           Gas O2 (Oksigen)
Gas O2 pada gas buang menunjukkan adanya excess air (udara bersih) pada proses pembakaran. Kandungan O2 pada gas buang dapat digunakan untuk menentukan kesempurnaan dari pembakaran dan efesiensi dari proses pembakaran.

·           Gas CO2 (Carbondioksida)
Gas CO2 dihasilkan dari pembakaran carbon, dimana pembakaran berlangsung secara sempurna.
Reaksi kimia.

 C +         O2               CO2 + 33.820 KJ/Kg

Panas yang dihasilkan sekitar 33.820 KJ/Kg. Panas yang dihasilkan tiga kali pembakaran yang menghasilkan gas CO2.

·           Asam
Terbentuknya zat asam pada proses pembakaran tidak dapat kita harapkan terbentuknya zat asam tersebut berasal dari pembakaran sulfur (belerang).
Reaksi kimia.

S          +          O2                            SO2

Sulfur               Oksigen                       Sulfur dioksida
           
Dalam proses pembakaran ketel, selalu diberikan udara lebih. Dengan demikian maka juga terdapat Oksigen lebih. Selanjutnya bila gas sulfurdioksida ini bertemu dengan oksigen yang berasal dari udara lebih, maka akan terjadi reaksi.

2 SO2          +          O2                2 SO3

Hasil pembakaran hidrogen adalah 2H + O2 → 2H2O. Selain itu dalam gas sisa pembakaran juga terdapat air yang berasal dari udara pembakaran maupun dari bahan bakar. Apabila H2O ini bertemu dengan SO3 akan terjadi reaksi :

SO3                         +          H2O             H2SO4 (Asam sulfat)

Asam sulfat ini bersifat sangat korosif terhadap logam sehingga sering dijumpai terjadinya korosi pada saluran gas asap p`da daerah yang temperaturnya cukup rendah dimana terjadi pengembunan H2SO4. Kerusakan ini terutama sering dijumpai pada elemen A/H sisi dingin. Selain itu, bila terbuang ke atmosfir melalui cerobong akan dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan serta hujan asam yang dapat membunuh tanaman. Dengan demikian meskipun sulfur memberikan kontribusi panas dalam proses pembakaran, tetapi sulfur juga menimbulkan dampak negatif yang merugikan. Karena itu kandungan sulfur dalam bahan bakar dibatasi dan kita tentunya akan memilih bahan bakar yang tidak mengandung sulfur bila hal ini memungkinkan. Tetapi kenyataannya hampir tidak ada bahan bakar fosil yang bebas dari sulfur. Jadi meskipun dalam jumlah yang kecil, dampak negatif sulfur harus tetap kita tanggung.


5.2.    Faktor Yang Menimbulkan Asap.

Gas bekas adalah merupakan material tak terlihat yang disebarkan melalui cerobong. Secara umum, gas asap berwarna hitam yang keluar dari cerobong menunjukkan bahwa proses pembakaran di dalam ketel berlangsung secara kurang sempurna. Penyebab terbentuknya asap yang berwarna hitam ada beberapa faktor seperti :

a.    Terbawanya debu dengan jumlah yang cukup banyak dalam gas asap.
b.    Terdapat carbon yang tak terbakar pada gas asap dalam bentuk jelaga  (soot).
c.    Adanya gas – gas berwarna seperti SO2, Nox terutama pada saat pembakaran minyak.
d.    Adanya uap volatilc matter.

Tetapi gas asap yang keluar dari cerobong juga dapat berwarna hitam meskipun hanya mengandung sedikit carbon yang tak terbakar yang bila ditinjau dari segi effisiensi, hal ini sebenarnya yang diabaikan.

Sebaliknya, asap yang berwarna jernih secara umum menyatakan bahwa proses pembakaran berlangsung secara sempurna. Terutama pada proses pembakaran minyak.

Asap yang jernih biasanya dapat diperoleh dengan cara menurunkan % CO2 pada suatu harga tertentu dimana udara lebih berada sedikit diatas harga optimum. Selain berkaitan dengan masalah efisiensi, kepekatan gas asap juga berkaitan dengan masalah lingkungan. Asap yang pekat akan mencemari lingkungan dengan kadar pencemaran yang lebih besar. Oleh sebab itu pengukuran kepekatan gas asap menjadi faktor yang perlu diperhatikan oleh pengelola PLTU terutama di negara – negara yang telah menjalankan peraturan mengenai lingkungan hidup yang ketat. Pengukuran kepekatan gas asap dapat dilakukan dengan menggunakan kartu ” Ringelman” atau dengan menggunakan meter asap tipe photo cell.


5.3.  Cara Mengendalikan Gas Buang

Efisiensi boiler atau efesiensi pembakaran sangat ditentukan oleh gas buang dengan mengendalikan gas buang maka efisiensi boiler dapat ditingkatkan untuk mengendalikan gas buang dapat dilakukan dengan dua cara :

1.    Memonitor asap
2.    Mengatur komposisi gas buang yang tepat dengan menggunakan segitiga Oswald.


5.4.  Penggunaan Oswald dan Ringelman Chart.

Untuk memonitor asap bisa digunakan Ringelmann Chart (kartu Ringelemann) dan smoke meter (Meter Asap).

Pengukuran kepekatan asap dengan kartu Ringelmann
Kartu Ringelmann terdiri dari 6 buah kartu yang diberi nomor mulai 0 – 5. Kartu – kartu tersebut berwarna putih sampai hitam pekat, selanjutnya kartu – kartu tersebut juga diberi skala dengan % kepekatan (obscuration). Untuk jelasnya perhatikan gambar 5.4a dibawah ini.















 
























                                                            Gbr. 5. 4a. Kartu ringelmann

N0. KARTU
WARNA
SKALA % KEPEKATAN
0
PUTIH
0      %
1
ABU - ABU MUDA
20     %
2
ABU – ABU
40     %
3
ABU – ABU TUA
60     %
4
HITAM
80     %
5
HITAM PEKAT
100   %

Cara menggunakan kartu ini sederhana saja yaitu dengan melihat asap yang keluar dari cerobong serta menyamakan warna asap dengan salah satu warna dari kartu Ringlemann sehingga % dapat diketahui.

Asap yang masih dianggap aman terhadap lingkungan adalah asap dengan kepekatan dibawah 40 %. Kartu ini hanya dapat dipakai untuk mengukur kepekatan asap secara insidental.


Pengukuran kepekatan asap dengan Meter Asap
Pada PLTU modern, pemantauan kepekatan asap tidak hanya dilakukan secara insindental, tetapi secara terus menerus dan bahkan dilengkapi dengan recorde. Untuk keperluan ini biasanya digunakan alat pengukur kepekatan asap tipe photo cell. Tiap alat ini dapat dilihat pada gambar 5.4b.

Prinsip pengukuran asap dengan alat ini adalah dengan cara memancarkan sinar melintasi saluran asap dimana pada sisi lintasan yang lain ditempatkan cell cahaya (photo cell) yang akan menyerap sinar yang dipancarkan tadi. Kepekatan gas asap akan mempengaruhi intensitas cahaya yang diterima photo cell yang selanjutnya dipakai sebagai signal pengukuran. Signal listrik ini setelah dikuatkan kemudian dipakai untuk menggerakkan jarum penunjuk pada sebuah alat ukur yang diberi skala % kepekatan. Dengan cara ini, kepekatan asap dapat dimonitor setiap saat dan bahkan dilengkapi dengan recorder serta alarm.


 
























Gambar 5.4b. Smoke Meter





Untuk mengetahui / mengatur komposisi gas buang dengan menggunakan segitiga Ostwald.

Segitiga Ostwald
Untuk menganalisa secara tepat apakah pembakaran berjalan sempurna atau tidak dipakai juga ”SEGITIGA OSTWALD”


 


























                                               



Gambar. 5.4c. Diagram Segitiga Ostwald






Dari : n =  dan n = , maka didapat

 
 








Sesuai dengan rumus perbandingan dalam segitiga sebangun
CO2 dan O2 dalam prosen volume gas sisa pembakaran.

Penjelasan :

a.   CO2 dan O2 kita ukur dalam gas sisa pembakaran dalam prosen volume gas sisa pembakar.
b.   CO2 max adalah angka teoritis maksimum yang dapat dicapai oleh bahan bakar yang kita pakai (tergantung dari jenis bahan bakarnya). Apabila komposisi bahan bakar diketahui (didapat dari pemeriksaan laboratorium), maka CO2 max dapat dihitung.
c.   Garis horizontal menunjukkan bahwa dalam udara pembakaran terdapat 21 % ( volume) zat asam.
d.   Garis AB menunjukkan titik – titik (sepanjang garis AB) dimana terjadi pembakaran sempurna (misalnya di titik P).
e.   Titik – titik diluar garis AB ( disisi luar segitiga) adalah suatu hal yang tidak mungkin atau salah pengukuran.
f.    Titik – titik di sebelah dalam garis AB (didalam segitiga) menunjukkan pembakaran tidak sempurna.

Contoh :
Sebuah bahan bakar, kita periksa dalam laboratorium berapa kadar CO2 maxnya (dalam prosen volume gas sisa pembakaran), kemudian kita gambarkan dengan skala dalam sumbu tegak. Dengan skala tegak yang sama dengan sumbu tegak, pada sumbu datar dibuat skala 21, yang menunjukkan bahwa udara mengandung 21 % Oksigen, selanjutnya bahan bakar tersebut, kita pakai dalam ketel yang sedang bekerja, kita ukur dengan O2 analyzer. Berapa prosen kadar O2 dalam gas sisa pembakaran.

Prosen O2 kita tentukan titiknya dalam sumbu datar segitiga. Pembakaran dianggap berjalan dengan sempurna, dari titik tersebut diatas ditarik garis tegak, sehingga memotong garis miring AB dari titik silang tersebut, kita tarik garis datar sampai memotong garis sumbu tegak, maka kita dapatkan CO2 dalam prosen volume gas sisa pembakaran. Dengan alat – alat ORSAT dapat diperiksa apakah betul nilai prosen CO2 tersebut, bila salah maka akan kita dapatkan titik – titik diluar garis AB dan ini menunjukkan suatu yang tidak normal !. Bila kadar CO2 ini benar – benar maka kita dapatkan.


n =
 
 





Dan n adalah faktor kelebihan udara yang kita pakai.


6.   CAMPURAN LEDAK

6.1.    Terbentuk Campuran Ledak (campuran Explosif).

Ledakan (Explosion) secara sederhana dapat di defenisikan sebagai pembakaran yang sangat cepat diikuti dengan gelombang kejut (shock wave). Bahan bakar tertentu, selain dapat terbakar dengan normal juga sangat mudah meledak. Tetapi ledakan hanya akan terjadi bila campuran antara bahan bakar dengan udara akan terjadi bila campuran antara bahan bakar dengan udara berada pada ratio tertentu. Campuran dengan perbandingan dimana campuran mudah meledak disebut sebagai campuran eksplosif.

Perbandingan campuran normal antara udara dengan batubara bubuk (p.f) pada ketel modern berkisar antara 4 : 1 atau 5 : 1. Ini artinya campuran terdiri dari 4 atau 5 bagian udara dalam satuan berat untuk setiap bagian batubara bubuk dalam satuan berat. Untuk lebih menyederhanakan pernyataan, biasanya perbandingan antara udara dengan pf cukup hanya dinyatakan sebagai 4 atau 5. Sedangkan ratio campuran ekplosif terletak pada ratio antara 8 : 1 sampai dengan 11 : 1. Adapun campuran yang paling eksplosif adalah campuran antara udara p.f pada ratio 10 : 1.

6.2.     Faktor Yang Mempengaruhi.

Faktor yang menyebabkan timbulnya ledakan adalah :
·           Terbentuknya campuran kurus
·           Adanya sumber penyalaan
·           Kontak atara (a) dan (b)

Untuk mengetahui dan mencegah kemungkinan timbulnya ledakan maka kita harus mengetahui sumber – sumber kemungkinan terjadi. Ledakan dan terjadinya nyala balik dari ruang bakar.



Berbagai Sumber Kemungkinan Ledakan
Ledakan dapat terjadi sebagai akibat dari :

·      Kebocoran bahan bakar dari unit
·      Kecerobohan dalam membersihkan endapan – endapan bahan bakar dibagian luar unit.
·      Gangguan pada timbunan bahan bakar diluar plant, termasuk ledakan – ledakan kecil bahan bakar.
·      Keluarnya abu terbang panas ke atmosfir yang mengandung konsentrasi Carbon tak terbakar yang tinggi. Hal ini dapat terjadi pada hopper – hopper precipitator dan berbahaya jika hal ini tidak ditangani dengan hati – hati.

Nyala Balik dari Ruang Bakar
Sumber pembakaran lain adalah nyala balik dari ruang bakar. Nyala balik ke dalam mill yang sedang atau beroperasi, dimana kecepatan aliran cukup dapat disebabkan oleh hal – hal berikut :

·           Terjadinya gangguan tekanan di dalam ruang bakar yang secara dratis dapat mengurangi aliran bahan bakar / udara, sehingga nyala api disebarkan atau terbawa dari ruang bakar ke dalam pipa saluran bahan bakar. Kondisi yang belakangan, disebut sebagai ”blow back”.
·           Catu udara primer ke dalam mill mengalami kegagalan. Pengaruh kegagalan catu udara pada mill – mill yang sedang beroperasi tidak begitu besar dibanding dengan gangguan mill yang akan beroperasi.
·           Kegagalan dalam mengoperasikan tambahan mill sementaraexhauster telah beroperasi sebelum damper pengeluaran dibuka.
·           Operasi pada beban yang terlalu rendah, (alat – alat pembatas mungkin diperlukan pada beberapa instalasi untuk mecegah hal ini.