1.
KOMPOSISI
BAHAN BAKAR FOSIL.
Ada 3 macam bahan bakar yang dapat
digunakan untuk melakukan pembakaran di ruang bakar PLTU, antara
lain :
Bahan Bakar Padat.
Bahan bakar padat yang banyak dipakai di PLTU adalah
batubara, terutama jenis bituminous yang mengandung carbon sekitar 55 % - 86 %.
JENIS BATUBARA
|
KANDUNGAN KARBON
|
ANTRASIT
|
META
ANTRASIT 98 % - 100 % KARBON
ANTRASIT 92 % - 98 % KARBON
SEMI
ANTRASIT 86 % - 92 % KARBON
|
BITUMINOUS
|
SEMI
BITUMINOUS 78 % - 86 % KARBON
BITUMINOUS 69 % - 78 % KARBON
SUB
BITUMINOUS 55 % - 69 % KARBON
|
LIGNIT
|
LIGNIT
BROWN COAL 55 % KARBON
(PEAT)
|
Jenis bahan bakar batubara yang banyak digunakan di
Indonesia adalah SubBituminous komposisi batubara subbituminous dapat dilihat
di bawah ini.
Coal
Carbon 59,0 %
Hydrogen
3,8 %
Sulphur
1,6 %
Oxygen
7,4 %
Nitrogen
1,2 %
Ash
16,0 %
Moisture 11,0 %
100 %
Bahan Bakar Cair
Bahan bakar cair yang banyak dipakai di PLTU adalah jenis
bahan bakar alam, yang biasa disebut dengan minyak mineral. Menurut American
Standard Test Material (ASTM) bahan bakar minyak ini digolongan atas, 6
tingkatan antara lain :
·
Minyak No. 1 :
Minyak ini adalah minyak kerosine yang banyak dipakai
untuk keperluan rumah tangga.
·
Minyak No. 2 :
Minyak jenis ini jernih, umumnya termasuk jenis minyak
ringan (light oil). Dapat didestilasi kembali serta dapat menguap pada suhu
dan tekan normal. Disebut juga HSD (High Speed Diesel Oil).
·
Minyak No. 3 :
Sekarang sudah tidak dipakai lagi dan digantikan dengan
minyak no. 2
·
Minyak No. 4 :
Merupakan campuran dari minyak no. 5 dan no. 2. Tidak
stabil dan cenderung untuk memisah menurut masing – masing bahan dasarnya. Minyak
ini disebut juga sebagai IDO (In Land Diesel Oil).
·
Minyak No. 5 :
Termasuk minyak jenis berat (Heavy Oil). Berwarna
hitam dan kental. Sering disebut sebagai minyak residu atau MFO (Marine Fuel
Oil).
·
Minyak No. 6 :
Sama
dengan No. 5 lebih berat. Minyak jenis ini yang banyak dipakai di PLTU.
Komposisi minyak volume. 1 sampai dengan minyak volume. 2
relatif hampir sama. Yang membedakan jenis tersebut adalah kekentalannya
(Viskositas). Komposisi minyak residu (Heavy Fuel Oil) bisa dilihat dibawah ini
:
Heavy Fuel Oil
Carbon 84,4 %
Hydrogen 11,5 %
Sulphur 3,0 %
Oxygen 0,2 %
Nitrogen 0,3 %
Ash 0,1 %
Moisture 0,5 %
100 %
Gas Alam
Bahan bakar gas ini banyak dipakai di PLTG atau PLTGU
yaitu jenis gas alam atau natural gas. Contoh Komposisi dari gas alam bisa
dilihat dibawah ini :
Methane CH4 93,3 %
Ethane C2H6 3,3 %
Hydrocarbons Propane C3H8 0,7 %
Butane C4H10 0,2 %
Pentane C5H12 0,5 %
Hydrogen
Sulphide H2S -
Carbon
Dioxide CO2 0,3 %
Nitrogen N2 1,7 %
100
%
2. SIFAT
– SIFAT BATUBARA
Analisa Kandungan Batubara
Analisa batu bara diperlukan apakah batu bara tersebut
bisa digunakan pada PLTU atau tidak bisa digunakan karena diluar range design
PLTU tersebut. Selain itu analisa batubara diperlukan untuk mengetahui kualitas
batubara tersebut. Analisa yang umumnya dipakai di PLTU adalah analisa
Proximate.
Analisa proximate batubara terdiri dari beberapa
analisa dasar batubara, yang bertujuan praktis untuk menilai kualitasnya.
Analisa proximate ini dilakukan rutin setiap kedatangan pengiriman batubara,
yang terdiri dari :
·
Volatile Matter
·
Abu
·
Karbon
·
Nilai kalor
·
Moisture
·
Grindabilitas
Volatile Matter
Adalah zat gas dalam batubara yang dapat terbakar dan sangat memegang peranan dalam
proses penyalaan bahan bakar. Komponennya adalah hydrogen, methane, acetylene
dan hydrocarbon-hydrocarbon lainnya. Kadar volatile dapat ditentukan dengan
memanaskan sample batubara dalam cawan tertutup pada 949 0C dalam
waktu 7 menit.
Abu
Adalah sisa zat – zat yang tidak dapat teratur setelah
semua zat yang dapat terbakar semuanya. Sumber asli abu adalah :
·
Batu, tanah liat, besi sulphida selama penambangan berlangsung
dapat dibersihkan dengan pencucian.
·
Zat – zat dalam tumbuh – tumbuhan aslinya yang tidak
dapat terbakar (daun, kulit pohon dan lain sebagainya) dan ikut dalam proses
pembentukan batubara, tidak dapat dicuci.
Kadar abu dapat ditentukan dengan menempatkan contoh
batubara ke dalam cawan porselin, kemudian secara perlahan dipanaskan dalam
tanur pada suhu 704-746 0C selama ½ jam, pemanasan berikutnya, sampai
tidak ada sisa carbon lagi.
Karbon (Fixed Carbon)
Adalah zat yang tidak menguap dan tersisa setelah
moisture, Volatile Matter dan kadar abu dihilangkan.
|
Sulfur (belerang) dihitung terpisah, kadang – kadang
dihitung sekalian pada penentuan nilai kalor.
Nilai Kalor
Nilai kalor batubara adalah jumlah kalor (panas) yang
dilepaskan apabila kita membakar 1 Kg batubara. Satuannya adalah kalori atau
joule.
Nilai kalor merupakan variabel yang sangat penting karena
hanya harga batubara ditentukan oleh nilai kalornya. Umumnya makin tua umur
batubara maka makin tinggi nilai kalornya.
Untuk batubara Antrasite nilai kalornya dapat mencapai
7000 Kcal/Kg dan untuk batubara lignit bisa mencapai 4000 Kcal /Kg.
Belerang
Bahan bakar yang banyak belerang (sulfur) adalah bahan
bakar minyak, sedangkan batubara kandungan sulfurnya relatif lebih kecil.
Kandungan belerang dalam bahan bakar minyak antara 0,2 – 4 %. Kandungan
belerang yang makin tinggi mempunyai pengaruh sebagai berikut :
· Menaikkan
titik embun gas buang
· Mempercepat
pembentukan kerak sulfat pada ketel, ekonomiser dan air heater.
· Mempercepat
laju korosi
· Menurunkan
efisiensi, hal ini karena suhu gas buang harus lebih tinggi dari pada titik
embun untuk mencegah korosi.
Reaksi pembakar belerang dan pembakaran asam sulfat
adalah sebagai berikut :
S + O2 → SO2
SO2 + ½ O2 → SO3
SO3 + H2O → H2SO4
Dalam pembakaran belerang (S) akan bereaksi dengan
oksigen menjadi belerang dioksida (SO2), selanjutnya dengan adanya
oksigen berlebih akan membentuk (SO3), dan yang terakhir ini
bereaksi dengan air (H2O) akan membentuk asam sulfat (H2SO4)
yang korosif.
Dengan adanya SO3 dalam gas buang maka titik
embunnya akan makin tinggi. Gas buang dengan uap air 10 % tanpa ada SO2
mempunyai titik embun kurang lebih 45 0C. Bila dalam gas buang
tersebut terdapat SO3 sebanyak 10-3 % maka
titik embunnya akan naik menjadi kurang lebih 1000C.
Karena keharusan menaikkan suhu gas buang agar tidak
terjadi korosi, maka hal ini menyebabkan efisiensi menjadi lebih kecil. Cara
mengatasi adanya kandungan sulfur dalam bahan bakar selain membuat gas buang
lebih tinggi dari titik embunnya, juga bisa dilakukan dengan mengurangi excess
air (udara lebih) sekecil mungkin.
Hubungan antara kadar SO3 dalam gas buang
dengan titik embunnya ditunjukkan pada tabel 4.1.
Tabel
4.1. kadar SO3 gas buang, titik
embun
SO3
dalam gas buang 10-3 % Titik
embun, 0 C
0,8 90
1,0 100
1,5 118
2,5 132
2,5 140
3,0 148
Sifat – Sifat
Batubara Lainnya
Moisture.
Moisture (kadar-air) batubara terdapat dalam bentuk :
· Inherent
(Hygroscopic) moisture adalah moisture yang terperangkap dalam struktur
batubaranya. Moisture jenis ini dapat dihilangkan dengan pemanasan sampai 105 0C,
dalam suasana gas non oksigen (biasanya dipakai gas N2) selama 1
jam.
· Surface
moisture adalah moisture yang melekat pada permukaan batubara dan dapat
dihilangkan dengan pemanasan samapai suhu 320C. Adanya
surface moisture disebabkan karena pengangkutan, hujan dan lain sebagainya.
Grindabilitas
(Index ketegerusan)
Yang disebut index
grinda bilitas adalah angka (indeks) kemudahan batubara untuk digiling. Salah
satu alat untuk mengukur kemudahan kemudia giling tersebut adalah alat
hargrove. Cara pengukurannya sebagai berikut : 50 gram contoh batubara setelah
melalui saringan no. 16 – 30 U.S, digiling dengan alat hardgrove pada putaran
60, sedangkan beban diatur 64 lb.
Bubuk batubara yang terjadi disaring dengan ayakan 200
U.S, hasil ayakan ditimbang. Nilai harus dihitung dari rumus (U.S. = United
State Sieve).
Indeks Hargrove = 13 + 6,93 W.
Indeks hardgrove dapat terentang di atas 100 untuk batubara yang gampang
digiling dan berkurang sampai dibawah 50 untuk batubara keras (sukar digiling).
3.
SIFAT _ SIFAT BAHAN BAKAR MINYAK DAN GAS ALAM
Sifat – sifat Bahan Bakar Minyak
Sifat bahan bakar minyak yang penting antara lain
viskositas, titik nyala, nilai kalor dan kandungan air.
Kandungan Air
Kandungan air dalam bahan bakar minyak relatif sangat
kecil. Kandungan air dalam minyak tidak diharapkan karena menurunkan nilai
kalor minyak tersebut.
Titik Nyala
Istilah titik nyala pada bahan bakar minyak ada dua macam
yaitu :
1.
Flash Point
2.
Fire Point/Ignition Point.
Flash Point adalah temperatur yang dibutuhkan saat api
menyambar uap minyak
Ingnition Point adalah temperatur yang dibutuhkan saat
api mulai membakar bahan bakar minyak.
Viskositas
Viskositas dari bahan bakar minyak sangat berpengaruh
terhadap proses pembakaran. Viskositas mempunyai arti yang penting terutama
untuk menentukan jenis atomisasi dan menentukan tekanan serta suhu minyak yang
mengalir ke alat pembakar (burner). Viskositas bahan bakar minyak akan makin
kecil bila suhunya makin tinggi.
Untuk mencapai pembakaran sempurn, maka sedapat mungkin
minyak harus bercampur secara sempurna dengan udara. Secara teoritis hal ini
dapat dicapai bila minyak berbentuk uap, tetapi dalam praktek hal ini tidak
mungkin, karena suhu yang diperlukan terlalu tinggi sehingga terjadi
perengkahan (cracking), akan menyebabkan terjadinya pengendapan karbon pada
alat pemanas. Hal ini hanya dilakukan untuk minyak ringan seperti kerosin.
Pada pembakaran minyak yang lebih berat seperti : minyak
diesel atau minyak residu, maka untuk mendapatkan campuran yang sempurna dengan
udara, minyak tersebut dibuat berbentuk kabut dengan jalan pengabutan atau
otomatisasi. Untuk mendapatkan pengabutan yang baik, viskositas bahan bakar
minyak pada umumnya harus lebih kecil dari 100 CS, dan
untuk mencapai viskositas tersebut kadang – kadang perlu pemanasan, misalnya
minyak residu tetapi dalam hal pemanasan ini suhu minyak harus lebih kecil dari
flash pointnya. Suhu otomatisasi untuk berbagai hal berikut :
Tabel 3.1. Viskositas, Suhu Otomasisasi.
Viskositas Minyak pada 50 0 C
CS (Centi Stoke)
|
Suhu atomisasi 0 C
|
|
Atomisasi Mekanis
|
Atomisasi Uap
|
|
60
70
80
92
125
170
210
260
340
430
510
640
|
54 – 83
58 – 88
62 – 93
64 – 96
72 – 102
77 – 108
82 – 112
84 – 115
89 – 120
93 – 123
96 – 126
99 - 129
|
36 – 54
39 – 58
42 – 62
45 – 64
50 – 72
56 – 77
59 – 82
63 – 84
68 – 89
71 – 93
73 – 96
77 - 99
|
Dari tabel diatas terlihat bahwa untuk minyak yang makin
berat (Viskositas makin tinggi) diperlukan suhu atomisasi yang makin tinggi.
Nilai Kalor
Nilai kalor minyak adalah jumlah kalor yang dilepaskan
apabila kita membakar 1 Kg minyak. Nilai kalor untuk jenis minyak no. 1 sampai
dengan no. 6 relatif hampir sama. Minyak type no. 6 mempunyai kalor sekitar
10.000 Kcal/Kg. Minyak type no. 2, sedikit lebih rendah dari nilai tersebut.
Sifat – Sifat Gas Alam
Analisa Gas Alam
Komposisi gas alam tergantung
dari tempat gas alam ditemukan, tetapi perbedaan komposisi gas alam tidak terlalu besar, sehingga
tidak ada klasifikasi gas alam.
Tabel 3.2. Analisa Gas Alam
NO
|
VARIABEL ANALISA
|
SATUAN
|
HASIL ANALISA
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
|
CH4
(metana)
C2H6
(etana)
N2
(nitrogen)
CO2
(Carbonmonooksida)
Titik didih
Nilai kalor
|
% Volume
% Volume
% Volume
% Volume
0 C
KJ/Liter
|
75 – 95
6 – 20
0,5 – 5
0,1 – 2
(-150) – (-158)
36 - 42
|
Dilihat dari komposisi bahan bakar gas, gas alam
merupakan bahan bakar yang relatif bersih dan merupakan bahan bakar yang
dianggap ideal karena dalam proses pembakaran tidak memerlukan persyaratan
persiapan dan pencampuran dengan udara pembakaran yang terlalu rinci.
Kelemahan pemakaian bahan bakar gas (gas alam)
dibandingkan dengan pemakaian bahan bakar lainnya (batubara, minyak) adalah
bahwa gas alam merupakan bahan bakar yang sukar disimpan, karena gas alam
mempunyai titik didih yang sangat rendah. Teknologi penyimpanan gas alam
membutuhkan biaya yang sangat mahal. Dimana penyimpanan gas alam dilakukan
dengan cara pendinginan, kemudian dimasukkan dalam tangki dalam keadaan cair.
Gas alam yang disimpan dalam bentuk liquid tersebut disebut LNG (Liquid Natural
Gas). Biasanya unit pembangkit yang menggunakan gas alam sebagai bahan bakar
terletak di dekat sumber/tambang gas alam.
Nilai kalor
Nilai kalor dari gas alam berkisar antara 36 sampai
dengan 42 kJ/liter. Besarnya nilai kalor ditentukan oleh perbedaan komposisi
dari gas alam tersebut. Karena perbedaan komposisi relatif tidak berbeda jauh
maka nilai kalor dari gas alam relatif hampir sama.
Bau dan Warna
Gas alam dari sumber / tambang tidak berbau dan tidak
berwarna. Karena sifat gas alam yang sangat mudah terbakar sehingga untuk
mengetahui kebocoran dari gas alam maka gas alam tersebut dalam penggunaannya
di Industri diberi bau yang menyengat.
4.
DASAR - DASAR PEMBAKARAN
Pembakaran adalah reaksi kimia yang terjadi antara
material yang dapat terbakar dengan oksigen pada volume dan temperatur
tertentu. Pembakaran akan terjadi bila 3 sumber yaitu :
·
Bahan bakar
·
Oksigen
·
Sumber nyala/panas
Ketiga unsur ini biasa disebut dengan segitiga
pembakaran. Pada kondisi tertentu, bahan bakar akan terbakar dengan sendirinya
tanpa bantuan sumber penyalaan pembakaran semacam ini disebut PEMBAKARAN
SPONTAN.
Pembakaran spontan dapat terjadi apabila terdapat oksigen
yang kontak langsung dengan bahan bakar serta temperatur bahan bakar dapat
disebabkan oleh tekanan atau reaksi kimia yang menghasilkan panas.
Dasar – Dasar Pembakaran
Kecepatan pembakaran dan efesiensi pembakaran akan
tergantung pada ”tiga T”, yaitu :
· Time
(Waktu)
Setiap reaksi kimia memerlukan waktu
tertentu untuk pembakaran bahan bakar harus diusahakan tetap berada pada zone
pembakaran di dalam ruang bakar pada waktu yang cukup seluruh bahan bakar akan
terbakar dengan sempurna.
· Temperatur
Supaya proses pembakaran suatu zat
dapat terjadi, maka temperatur dari zat tersebut harus berada pada suatu harga
tertentu yang cukup untuk memulai terjadinya reaksi pembakaran.
Harga temperatur ini tergantung pada komposisi kimia dari
masing – masing zat dan temperatur ini disebut sebagai TEMPERATUR PENYALAAN.
Karena itu temperatur ruang bakar boiler harus cukup tinggi menjamin bahwa
campuran bahan bakar dan udara akan mencapai temperatur penyalaannya pada zona
(daerah) pembakaran.
Tabel 4.1.
Temperatur Penyalaan Untuk Berbagai Unsur Kimia.
JENIS BAHAN /ZAT
|
SIMBOL KIMIAWI
|
TEMPERATUR PENYALAAN
|
|
C
|
F
|
||
Sulfur
(belerang)
Bituminous Coal
Semi –
Bituminous Coal
Anthractive
Acetylene
Ethane
Hydrogen
Methane
Carbon Monoxide
|
S
C2H2
C2H4
H2
CH4
CO
|
243
408
466
496
482
538
610
650
654
|
470
766
870
925
900
1000
1130
1130
1210
|
·
Turbulensi
Oksigen di dalam udara yang dialirkan keruang bakar ada
kemungkinan dapat langsung mengalir ke cerobong tanpa kontak dengan bahan
bakar. Hal semacam ini dapat di hindari dengan cara memusarkan aliran udara.
Turbulensi udara akan membentuk percampuran yang baik antara udara bahan bakar
sehingga akan diperoleh proses pembakaran yang sempurna.
Oleh sebab itu faktor T tersebut harus selalu dijaga
sebab :
· Bila
temperatur ruang bakar lebih rendah dari temperatur penyalaan campuran, maka
campuran tidak akan terbakar dengan baik, bahkan dapat mematikan nyala api
(flame failure).
· Bila
hembusan yang terlalu kuat pada sisi masuk ruang bakar, turbulensi yang kurang
baik, serta ukuran partikel bahan bakar yang terlalu besar akan menghasilkan
suatu pembakaran yang kurang sempurna di dalam ruang bakar. Akhirnya, bahan
bakar yang belum sempat terbakar di ruang bakar akan terbakar di luar zone
pembakaran dalam ketel uap. Komplikasi selanjutnya adalah bahwa campuran bahan
bakar/ udara pada ruang bakar yang volumenya besar. Sehingga dapat membentuk
campuran kurus (weak mixture) yang akan meningkatkan resiko terjadinya ledakan
(explosion).
Udara Primer, Sekunder dan Tersier.
Seperti diketahui bahwa proses pembakaran memerlukan
oksigen. Oksigen diambilkan dari udara. Udara yang dialiarkan ke dalam ketel
untuk memenuhi kebutuhan agar terbentuk reaksi pembakaran disebut udara
pembakaran. Berdasarkan fungsinya, udara pembakaran dapat dibedakan menjadi tiga
macam yaitu :
·
Udara primer (primary air)
·
Udara sekunder ( secondary air)
·
Udara tersier (tertiary air)
Udara Primer
Merupakan udara yang memiliki fungsi utama untuk membawa
batubara dari mill ke burner. Selain itu, udara primer juga berfungsi untuk mengeringkan
batubara serta memanaskan batubara bubuj sampai temperatur tertentu. Karena itu
tiga tugasnya adalah :
·
Membawa batubara
·
Mengeringkan batubara
·
Menyediakan oksigen untuk pembakaran sampai sekitar 30 %
dari udara pembakaran total.
Udara Sekunder
Adalah udara yang dimasukkan keruang bakar melalui winbox
yang ada di sekeliling ruang bakar. Fungsi utamanya adalah untuk memenuhi
kebutuhan oksigen yang diperlukan bagi proses pembakaran. Agar diperoleh
percampuran yang baik antara bahan bakar dengan udara, maka aliran udara
sekunder dibuat berputar (turbulensi). Karena itu fungsi udara sekunder
adalah :
·
Menciptakan turbulensi
·
Menyediakan oksigen untuk pembakaran
Kira – kira 70 % dari udara pembakaran total adalah udara
sekunder air.
Udara Tersier
Pada beberapa desain boiler, udara sekunder dibagi lagi.
Bagi turbulensi ekstra diperlukan, suatu proporsi udara sekunder digunakan,
disebut udara tersier, yaitu udara yang diberikan pada sudut yang tajam atau
bahkan sudut tegak lurus, terhadap nyala pembakaran dan menyebabkan turbulensi
agresif lebih lanjut. Karena itu tugasnya adalah sama dengan 4.2.2. diatas,
ditambah tugas lain yaitu ” mengontrol nyala api” atau sebagai pengatur posisi
nyala api.
Aliran campuran bahan bakar / udara primer harus dipusatkan ketika melalui
burner. Turbulensi berikutnya diperoleh ketika campuran KONTAK dengan udara
sekunder yang juga berpusat dengan udara ketiga. Udara sekunder atau udara
sekunder + udara tersier, mencapai jumlah antara 70 dan 77 % total udara untuk
pembakaran.
Proses
Pembakaran Secara Kimia.
Seperti diketahui bahwa unsur –
unsur dalam bahan bakar dapat membentuk reaksi pembakaran dengan oksigen adalah
Carbon, Hidrogen dan Sulfur. Karena itu proses pembakaran bahan bakar tidak
lain adalah terbentuknya reaksi pembakaran antara ketiga unsur tersebut dengan
oksigen. Reaksi pembakaran untuk ketiga unsur tersebut adalah sebagai berikut :
·
Reaksi Pembakaran Carbon
C + O2
→ CO2 (pembakaran Carbon sempurna / + 33.820
KJ/Kg)
C + ½ O2 → CO (pembakaran Carbon tak sempurna / + 10.120
KJ/Kg)
·
Reaksi Pembakaran
2 H2 + O2 → 2H2O
·
Reaksi Pembakaran Sulfur
S + O2 → SO2
Kebutuhan Udara
Untuk dapat menghitung kebutuhan Oksigen dan udara
teoritis bagi proses pembakaran bahan bakar, maka perlu diingat berat atom
masing – masing unsur yang terlihat dalam reaksi pembakaran. Agar lebih mudah
mengingat, gunakan daftar berikut :
NAMA UNSUR
|
SIMBOL
|
B.A
|
CARBON
|
C
|
12
|
HIDROGEN
|
H
|
1
|
SULFUR
|
S
|
32
|
OKSIGEN
|
O
|
16
|
NITROGEN
|
N
|
14
|
Selain itu untuk menghitung
kebutuhan udara teoritis maka harus diketahui komposisi dari udara. Komposisi
dari udara adalah sebagai berikut :
a.
dalam satuan persen berat, udara mengandung :
Oksigen = 23,2 %
Nitrogen = 76,8 %
b.
dalam persen volume, udara mengandung :
Oksigen = 21 %
Nitrogen = 79 %
Perhitungan
oksigen teoritis dan udara teoritis dapat dicari persamaan berikut :
·
Oksigen yang diperlukan untuk membakar Carbon
C + O2 → CO2
12 + 32 → 44
1 Kg C +
8/3 Kg O2 → 11/3 Kg CO2
Jadi untuk setiap Kg Carbon memerlukan 8/3 Kg Oksigen
·
Oksigen yang diperlukan untuk membakar hidrogen adalah
:
2H2 + O2 → 2H2O
4 + 32 → 36
1 Kg H + 8 Kg O2 → 9 Kg H2O
Jadi untuk setiap Kg Hidrogen memerlukan 8 Kg Oksigen
·
Oksigen yang diperlukan untuk membakar Sulfur :
S +
O2 → SO2
32 + 32 → 64
1 Kg S + 1 Kg O2 → 2 Kg SO2
Jadi 1 Kg Sulfur memerlukan 1 Kg Oksigen
Kebutuhan Oksigen total : Kebutuhan Oksigen untuk membakar (Carbon + Hidrogen + Sulfur)
Oksigen total = 8/3 C + 8 H + S
Tetapi biasanya di dalam bahan bakar juga terdapat sedikit oksigen, dianggap akan
bereaksi dengan hidrogen dalam bahan bakar tersebut.
Karena itu hidrogen yang bereaksi dengan oksigen yang
berasal dari udara akan berkurang sebanyak 0/8.
Dengan demikian kebutuhan oksigen total menjadi :
8/3 C + 8 (H – 0/8) + S
Berhubung dalam satuan berat udara mengandung 23,2 %,
maka kebutuhan udara teoritis = Oksigen total x 100/23,2
atau :
Udara teoritis
= 100/23,2 [8/3 C + 8 (H - 0,8) + S] Kg/Kg bb.
Pengaruh Kehalusan Batubara
Agar reaksi pembakaran dapat berlangsung, bahan bakar
harus sepenuhnya kontak dengan oksigen. Lebih rapat kontaknya lebih cepat dan
Effesiensi pembakarannya. Bongkahan batubara yang besar akan terbakar hanya
pada permukaannya saja karena hanya bagian permukaan batubara saja yang kontak
dengan udara. Akan tetapi jika kita menggiling atau menggerus bongkahan
batubara menjadi partikel – partikel kecil, maka pembakaran akan terjadi pada
semua permukaan partikel sehingga proses pembakaran jelas akan lebih cepat,
karena itu dengan menggunakan batubara giling. Kita dapat meningkatkan laju
aliran bahan bakar yang dimasukkan ke dalam ruang bakar. Dengan cara ini kita
dapat menghasilkan uap dengan jumlah yang banyak dalam waktu yang singkat.
Penggunaan batubara giling telah memainkan peran yang
sangat besar dalam hal ini peningkatan kapasitas ketel yang memang sangat
diperlukan untuk unit – unit modern yang
berkapasitas besar. Batubara digiling atau digerus didalam sebuah alat
penggiling batubara yang disebut MILL (Pulverizer).
Kehalusan batubara yang diijinkan keluar dari mill ke burner
dikontrol oleh ” Clasifier” yang terletak dibagian atas mill. Clasifier
berfungsi untuk memisahkan batubara giling, batubara yang halus akan lolos
tetapi partikel – partikel yang kasar dikembalikan ke dalam mill. Partikel – partikel batubara
giling ditransportasikan ke burner oleh udara primer yang dipasok oleh Primary
Air Fan.
Kehalusan ukuran bubuk batubara tergantung dari jenis
batubara.
Untuk batubara bituminous ukuran standar bubuk batubara
70% sampai dengan 75 %. Lolos dari saringan 75 μm (200
Mesh).
Untuk batubara dengan Volatile Matter
yang lebih rendah (Antrasite) ukuran butiran batubara adalah 80 % sampai dengan 85 %.
Lolos saringan 75 μm.
5.
GAS BUANG
Bahan bakar yang digunakan pada pembangkit thermal adalah
jenis bahan bakar padat, cair dan gas untuk, bahan bakar padat (batubara)
sedangkan untuk bahan bakar cair /residu/heavy oil diperlukan peralatan bantu
yaitu mill dan pemanas sebelum bahan bakar dimasukkan keruang bakar. Batubara
melalui mill dibuat serbuk selanjutnya disemburkan dengan udara pembakar masuk
keruang bakar sehingga terjadi proses pembakaran.
Gas sisa pembakaran/ gas buang di unit PLTU sebelum
dibuang ke atmosfir dimanfaatkan untuk pemanas lanjut (super heater), pemanas
awal air pengisi (economizer) dan pemanas udara pembakaran di air heater. Untuk
menghindarkan terjadinya polusi gas buang di saluran gas buang dipasang dust
colecctor dan precipicator yang berguna sebagai penangkap abu terbang. Sistem
pembakaran dan gas buang PLTU batubara dapat dilihat pada gambar 5.
Gambar 5. Sistem pembakaran dan Gas Buang
PLTU Batubara
5.1.
Hasil Pembakaran CO,O2, CO2 dan
Asam
Pada proses pembakaran akan dihasilkan gas buang. Gas
buang atau hasil pembakaran berupa CO (Carbonmonoksida), gas O2
(Oksigen), gas CO2 (Carbondioksida) dan asam.
· Gas CO
(Carbonmonoksida)
Gas CO dihasilkan dari pembakaran
Carbon : dimana pembakaran berlanjut secara tidak sempurna.
Reaksi kimia.
C +
½ CO2 → CO + 10.120 KJ/Kg.
Panas dihasilkan sekitar 10.120
KJ/Kg, sehingga ada keugian panas yang dibawa oleh gas buang ke cerobong.
·
Gas O2 (Oksigen)
Gas O2
pada gas buang menunjukkan adanya excess air (udara bersih) pada proses
pembakaran. Kandungan O2 pada gas buang dapat digunakan untuk
menentukan kesempurnaan dari pembakaran dan efesiensi dari proses pembakaran.
·
Gas CO2 (Carbondioksida)
Gas CO2
dihasilkan dari pembakaran carbon, dimana pembakaran berlangsung secara
sempurna.
Reaksi kimia.
C + O2 → CO2 + 33.820 KJ/Kg
Panas yang dihasilkan sekitar 33.820
KJ/Kg. Panas yang dihasilkan tiga kali pembakaran yang menghasilkan gas CO2.
·
Asam
Terbentuknya zat asam pada proses
pembakaran tidak dapat kita harapkan terbentuknya zat asam tersebut berasal
dari pembakaran sulfur (belerang).
Reaksi kimia.
S
+ O2 → SO2
Sulfur Oksigen Sulfur
dioksida
Dalam proses pembakaran ketel, selalu diberikan udara
lebih. Dengan demikian maka juga terdapat Oksigen lebih. Selanjutnya bila gas
sulfurdioksida ini bertemu dengan oksigen yang berasal dari udara lebih, maka akan
terjadi reaksi.
2 SO2 + O2
→ 2
SO3
Hasil pembakaran hidrogen adalah 2H + O2 →
2H2O. Selain itu dalam gas sisa pembakaran juga terdapat air yang
berasal dari udara pembakaran maupun dari bahan bakar. Apabila H2O ini bertemu
dengan SO3 akan terjadi reaksi :
SO3
+ H2O → H2SO4
(Asam sulfat)
Asam sulfat ini bersifat sangat korosif terhadap logam
sehingga sering dijumpai terjadinya korosi pada saluran gas asap p`da daerah
yang temperaturnya cukup rendah dimana terjadi pengembunan H2SO4.
Kerusakan ini terutama sering dijumpai pada elemen A/H sisi dingin. Selain itu,
bila terbuang ke atmosfir melalui cerobong akan dapat mengakibatkan pencemaran
lingkungan serta hujan asam yang dapat membunuh tanaman. Dengan demikian
meskipun sulfur memberikan kontribusi panas dalam proses pembakaran, tetapi
sulfur juga menimbulkan dampak negatif yang merugikan. Karena itu kandungan
sulfur dalam bahan bakar dibatasi dan kita tentunya akan memilih bahan bakar
yang tidak mengandung sulfur bila hal ini memungkinkan. Tetapi kenyataannya
hampir tidak ada bahan bakar fosil yang bebas dari sulfur. Jadi meskipun dalam
jumlah yang kecil, dampak negatif sulfur harus tetap kita tanggung.
5.2. Faktor
Yang Menimbulkan Asap.
Gas bekas adalah merupakan material tak terlihat yang
disebarkan melalui cerobong. Secara umum, gas asap berwarna hitam yang keluar
dari cerobong menunjukkan bahwa proses pembakaran di dalam ketel berlangsung
secara kurang sempurna. Penyebab terbentuknya asap yang berwarna hitam ada
beberapa faktor seperti :
a. Terbawanya
debu dengan jumlah yang cukup banyak dalam gas asap.
b.
Terdapat carbon yang tak terbakar pada gas asap dalam
bentuk jelaga (soot).
c.
Adanya gas – gas berwarna seperti SO2, Nox
terutama pada saat pembakaran minyak.
d.
Adanya uap volatilc matter.
Tetapi gas asap yang keluar dari cerobong juga dapat
berwarna hitam meskipun hanya mengandung sedikit carbon yang tak terbakar yang
bila ditinjau dari segi effisiensi, hal ini sebenarnya yang diabaikan.
Sebaliknya, asap yang berwarna jernih secara umum
menyatakan bahwa proses pembakaran berlangsung secara sempurna. Terutama pada
proses pembakaran minyak.
Asap yang jernih biasanya dapat diperoleh dengan cara
menurunkan % CO2 pada suatu harga tertentu dimana udara lebih berada
sedikit diatas harga optimum. Selain berkaitan dengan masalah efisiensi,
kepekatan gas asap juga berkaitan dengan masalah lingkungan. Asap yang pekat
akan mencemari lingkungan dengan kadar pencemaran yang lebih besar. Oleh sebab
itu pengukuran kepekatan gas asap menjadi faktor yang perlu diperhatikan oleh
pengelola PLTU terutama di negara – negara yang telah menjalankan peraturan
mengenai lingkungan hidup yang ketat. Pengukuran kepekatan gas asap dapat
dilakukan dengan menggunakan kartu ” Ringelman” atau dengan menggunakan meter
asap tipe photo cell.
5.3. Cara Mengendalikan Gas Buang
Efisiensi boiler atau efesiensi pembakaran sangat
ditentukan oleh gas buang dengan mengendalikan gas buang maka efisiensi boiler
dapat ditingkatkan untuk mengendalikan gas buang dapat dilakukan dengan dua
cara :
1.
Memonitor asap
2.
Mengatur komposisi gas buang yang tepat dengan
menggunakan segitiga Oswald.
5.4. Penggunaan Oswald dan Ringelman Chart.
Untuk memonitor asap bisa digunakan Ringelmann Chart
(kartu Ringelemann) dan smoke meter (Meter Asap).
Pengukuran
kepekatan asap dengan kartu Ringelmann
Kartu Ringelmann terdiri dari 6 buah kartu yang diberi
nomor mulai 0 – 5. Kartu – kartu tersebut berwarna putih sampai hitam pekat,
selanjutnya kartu – kartu tersebut juga diberi skala dengan % kepekatan
(obscuration). Untuk jelasnya perhatikan gambar 5.4a dibawah ini.
Gbr. 5. 4a. Kartu ringelmann
N0. KARTU
|
WARNA
|
SKALA % KEPEKATAN
|
0
|
PUTIH
|
0 %
|
1
|
ABU - ABU MUDA
|
20 %
|
2
|
ABU – ABU
|
40 %
|
3
|
ABU – ABU TUA
|
60 %
|
4
|
HITAM
|
80 %
|
5
|
HITAM PEKAT
|
100 %
|
Cara menggunakan kartu ini sederhana saja yaitu dengan
melihat asap yang keluar dari cerobong serta menyamakan warna asap dengan salah
satu warna dari kartu Ringlemann sehingga % dapat diketahui.
Asap yang masih dianggap aman terhadap lingkungan adalah
asap dengan kepekatan dibawah 40 %. Kartu ini hanya dapat dipakai untuk
mengukur kepekatan asap secara insidental.
Pengukuran
kepekatan asap dengan Meter Asap
Pada PLTU modern, pemantauan kepekatan asap tidak hanya
dilakukan secara insindental, tetapi secara terus menerus dan bahkan dilengkapi
dengan recorde. Untuk keperluan ini biasanya digunakan alat pengukur kepekatan
asap tipe photo cell. Tiap alat ini dapat dilihat pada gambar 5.4b.
Prinsip pengukuran asap dengan alat ini adalah dengan
cara memancarkan sinar melintasi saluran asap dimana pada sisi lintasan yang
lain ditempatkan cell cahaya (photo cell) yang akan menyerap sinar yang
dipancarkan tadi. Kepekatan gas asap akan mempengaruhi intensitas cahaya yang
diterima photo cell yang selanjutnya dipakai sebagai signal pengukuran. Signal
listrik ini setelah dikuatkan kemudian dipakai untuk menggerakkan jarum
penunjuk pada sebuah alat ukur yang diberi skala % kepekatan. Dengan cara ini,
kepekatan asap dapat dimonitor setiap saat dan bahkan dilengkapi dengan
recorder serta alarm.
Gambar 5.4b. Smoke Meter
Untuk mengetahui / mengatur komposisi gas buang dengan
menggunakan segitiga Ostwald.
Segitiga Ostwald
Untuk menganalisa secara tepat apakah pembakaran berjalan
sempurna atau tidak dipakai juga ”SEGITIGA OSTWALD”
Gambar. 5.4c. Diagram Segitiga Ostwald
Dari : n = dan n = , maka didapat
|
Sesuai dengan
rumus perbandingan dalam segitiga sebangun
CO2 dan O2 dalam prosen volume
gas sisa pembakaran.
Penjelasan :
a. CO2
dan O2 kita ukur dalam gas sisa pembakaran dalam prosen volume gas
sisa pembakar.
b. CO2
max adalah angka teoritis maksimum yang dapat dicapai oleh bahan bakar yang
kita pakai (tergantung dari jenis bahan bakarnya). Apabila komposisi bahan
bakar diketahui (didapat dari pemeriksaan laboratorium), maka CO2
max dapat dihitung.
c. Garis
horizontal menunjukkan bahwa dalam udara pembakaran terdapat 21 % ( volume) zat
asam.
d. Garis
AB menunjukkan titik – titik (sepanjang garis AB) dimana terjadi pembakaran
sempurna (misalnya di titik P).
e. Titik
– titik diluar garis AB ( disisi luar segitiga) adalah suatu hal yang tidak
mungkin atau salah pengukuran.
f. Titik
– titik di sebelah dalam garis AB (didalam segitiga) menunjukkan pembakaran
tidak sempurna.
Contoh :
Sebuah bahan bakar, kita periksa dalam laboratorium
berapa kadar CO2 maxnya (dalam prosen volume gas sisa pembakaran),
kemudian kita gambarkan dengan skala dalam sumbu tegak. Dengan skala tegak yang
sama dengan sumbu tegak, pada sumbu datar dibuat skala 21, yang menunjukkan
bahwa udara mengandung 21 % Oksigen, selanjutnya bahan bakar tersebut, kita
pakai dalam ketel yang sedang bekerja, kita ukur dengan O2 analyzer.
Berapa prosen kadar O2 dalam gas sisa pembakaran.
Prosen O2 kita tentukan titiknya dalam sumbu
datar segitiga. Pembakaran dianggap berjalan dengan sempurna, dari titik
tersebut diatas ditarik garis tegak, sehingga memotong garis miring AB dari
titik silang tersebut, kita tarik garis datar sampai memotong garis sumbu
tegak, maka kita dapatkan CO2 dalam prosen volume gas sisa
pembakaran. Dengan alat – alat ORSAT dapat diperiksa apakah betul nilai prosen
CO2 tersebut, bila salah maka akan kita dapatkan titik – titik
diluar garis AB dan ini menunjukkan suatu yang tidak normal !. Bila kadar CO2
ini benar – benar maka kita dapatkan.
|
Dan n adalah faktor kelebihan udara yang kita pakai.
6.
CAMPURAN LEDAK
6.1.
Terbentuk Campuran Ledak (campuran Explosif).
Ledakan (Explosion) secara sederhana dapat di defenisikan
sebagai pembakaran yang sangat cepat diikuti dengan gelombang kejut (shock
wave). Bahan bakar tertentu, selain dapat terbakar dengan normal juga sangat
mudah meledak. Tetapi ledakan hanya akan terjadi bila campuran antara bahan
bakar dengan udara akan terjadi bila campuran antara bahan bakar dengan udara
berada pada ratio tertentu. Campuran dengan perbandingan dimana campuran mudah
meledak disebut sebagai campuran eksplosif.
Perbandingan campuran normal antara udara dengan batubara
bubuk (p.f) pada ketel modern berkisar antara 4 : 1 atau 5 : 1. Ini artinya
campuran terdiri dari 4 atau 5 bagian udara dalam satuan berat untuk setiap
bagian batubara bubuk dalam satuan berat. Untuk lebih menyederhanakan pernyataan,
biasanya perbandingan antara udara dengan pf cukup hanya dinyatakan sebagai 4
atau 5. Sedangkan ratio campuran ekplosif terletak pada ratio antara 8 : 1
sampai dengan 11 : 1. Adapun campuran yang paling eksplosif adalah campuran
antara udara p.f pada ratio 10 : 1.
6.2. Faktor Yang Mempengaruhi.
Faktor yang menyebabkan timbulnya ledakan adalah :
·
Terbentuknya campuran kurus
·
Adanya sumber penyalaan
·
Kontak atara (a) dan (b)
Untuk mengetahui dan mencegah kemungkinan timbulnya
ledakan maka kita harus mengetahui sumber – sumber kemungkinan terjadi. Ledakan
dan terjadinya nyala balik dari ruang bakar.
Berbagai Sumber
Kemungkinan Ledakan
Ledakan dapat terjadi sebagai akibat dari :
· Kebocoran
bahan bakar dari unit
· Kecerobohan
dalam membersihkan endapan – endapan bahan bakar dibagian luar unit.
· Gangguan
pada timbunan bahan bakar diluar plant, termasuk ledakan – ledakan kecil bahan
bakar.
· Keluarnya
abu terbang panas ke atmosfir yang mengandung konsentrasi Carbon tak terbakar
yang tinggi. Hal ini dapat terjadi pada hopper – hopper precipitator dan
berbahaya jika hal ini tidak ditangani dengan hati – hati.
Nyala Balik dari Ruang Bakar
Sumber pembakaran lain adalah nyala balik dari ruang
bakar. Nyala balik ke dalam mill yang sedang atau beroperasi, dimana kecepatan
aliran cukup dapat disebabkan oleh hal – hal berikut :
·
Terjadinya gangguan tekanan di dalam ruang bakar yang
secara dratis dapat mengurangi aliran bahan bakar / udara, sehingga nyala api
disebarkan atau terbawa dari ruang bakar ke dalam pipa saluran bahan bakar.
Kondisi yang belakangan, disebut sebagai ”blow back”.
·
Catu udara primer ke dalam mill mengalami kegagalan.
Pengaruh kegagalan catu udara pada mill – mill yang sedang beroperasi tidak
begitu besar dibanding dengan gangguan mill yang akan beroperasi.
·
Kegagalan dalam mengoperasikan tambahan mill
sementaraexhauster telah beroperasi sebelum damper pengeluaran dibuka.
·
Operasi pada beban yang terlalu rendah, (alat – alat
pembatas mungkin diperlukan pada beberapa instalasi untuk mecegah hal ini.
bisa tolong cantumkan sumbernya mas ?
BalasHapusbisa tolong cantumkan sumbernya mas ?
BalasHapus